 
        SURABAYA || PINTAR INDONESIA – Pameran World Tobacco Asia (WTA) 2025 yang diselenggarakan di Kota Surabaya pada 23-24 Oktober 2025 mendapat kecaman dan penolakan keras dari para mahasiswa yang terkabung dalam Koalisi Muda Peduli Akan Kesehatan (KOMPAK).
Bersama perwakilan elemen masyarakat, KOMPAK melakukan aksi damai di depan Gedung Grand City Convex Exhibition untuk melakukan penolakan diselenggaranya pameran WTA 2025 di kota yang mendapat predikat Kota Layak Anak.
Menurut KOMPAK, selain mencoreng nama Sirabaya sebagai Kota Layak Anak, juga kehadiran pameran WTA 2025 ini menjadi ancaman nyata dan berisiko besar terhadap kesehatan anak dan remaja di Indonesia.
Perlu diketahui, KOMPAK merupakan organisasi dari berbagai elemen seperti IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Timur), ISMKMI (Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia Jawa Timur), PAMI (Pergerakan Anggota Muda Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia) Jawa Timur dan RGTC (Research Group for Tobacco Control) Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR yang bertujuan melakukan pengendalian tembakau dan melindungi kesehatan masyarakat.
Marsha Nasiha Perwakilan IPM Jawa Timur mengaku marah dan kecewa kenapa Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur bisa kebobolan berkali-kali membiarkan acara yang jelas melanggar aturan tetap berjalan.
“Ini tidak hanya melanggar aturan, tapi juga mengancam kesehatan dan masa depan generasi penerus bangsa,” ujar Marsha saat melakukan orasi, Kamis, (23/10/25).
Sejumlah aktivis KOMPAK melakukan aksi damai di dalam Grand City Convex dengan mengenakan kaus bertuliskan #TolakWTA, simbol penolakan terhadap pameran rokok internasional tersebut. Aksi ini menjadi bentuk protes atas ketidakpedulian pemerintah terhadap kesehatan publik.
Saisy Syafira Perwakilan ISMKMI Jawa Timur juga menegaskan,berbagai aksi protes yang telah lakukan adalah bentuk kekecewaan sebagai generasi muda. Karena, pameran ini merupakan bagian dari aktivitas promosi dan normalisasi industri rokok.
“Penyelenggaraan WTA di Surabaya juga menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah dalam melindungi kesehatan masyarakat. Serta, dinilai sangat kontradiktif dengan status Kota Surabaya sebagai peraih predikat Kota Layak Anak tingkat nasional dan global,” tegas Saisy.
Hal senada juga disampaikan Rizma Nastiti dari RGTC FKM Unair yang menyampaikan bahwa penyelenggaraan WTA jelas melukai perasaan banyak pihak. Menurutnya, suara penolakan yang selama ini disampaikan ternyata hanya dianggap angin lalu.
“Padahal, dampak buruknya jelas banyak. Salah satunya, mencoreng status Surabaya sebagai kota layak anak di tingkat nasional maupun dunia. Sebuah kota yang masih mengizinkan kegiatan promosi rokok berlangsung di wilayahnya kurang pantas disebut sebagai kota layak anak,” ungkap Rizma.
Selain menyampaikan orasi kekecewaan akan pameran WTA 2025, KOMPAK juga melakukan tuntutan. Diantaranya, Mendesak Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Pemerintah Kota Surabaya untuk segera membatalkan izin penyelenggaraan World Tobacco Asia (WTA)/World Tobacco Process and Machinery (WTPM) 2025 di Surabaya.
Kedua, Meminta komitmen pemerintah di semua tingkat untuk tidak memberikan izin terhadap kegiatan serupa di masa mendatang, baik yang berkaitan dengan produk tembakau maupun alat produksi tembakau, termasuk rokok elektronik. Dan ketiga, Menolak segala bentuk kerja sama dan penerimaan sponsor dari industri rokok di ruang publik maupun kegiatan pemerintah.
Salah satu pelanggaran yang telah dilakukan dalam pameran WTA 2025 sudah tertera dalam Perda Provinsi Jawa Timur No 4 Tahun 2024 tentang Kawasan Tanpa Rokok: Pasal 14: Setiap Orang dilarang: memproduksi; mengedarkan atau menjual; mengiklankan; mempromosikan; dan/atau menggunakan, rokok dan/atau Rokok Elektronik dalam KTR. (*)
- Pewarta : Saputra Wijaya
- Foto : Istimewa
- Penerbit : Ronie Dwito

 
                        




 
         
         
         
         
         
        