 
        MALANG || PINTAR INDONESIA – Program terapi dengan pelatihan fisioterapi yang dilakukan Malang Autism Center (MAC) mampu meningkatkan perkembangan positif bagi anak autism yang mengalami ADHD atau gangguan kurang fokus.
Perkembangan positif tersebut telah dibuktikan salah satu anak autism bernama Ageno berusia 10 tahun yang mengalami ADHD.
CEO Malang Autism Center Muhammad Cahyadi, menuturkan bahwa, MAC terus membuktikan komitmnnya dalam mendampingi kemajuan anak-anak dengan spektrum autism. Tidak hanya dalam hal kreatifitas tapi juga tumbuh kembang.
“Setiap anak di MAC mendapatkan pendampingan menyeluruh yang berfokus pada pembenahan perilaku dan keterampilan dasar hidup (basic life skill),” tutur Cahyadi, Minggu, (19/1025).
Menurut Cahyadi, semua anak yang diterima umumnya bermasalah di basic life skill. Biasanya tiga bulan sebelum anak keluar dari MAC, orang tua harus memberitahukannya terlebih dahulu. Karena, adalam rentang tiga bulan itu dipakai untuk mempersiapkan atau melatih terapis yang akan mendampingi Alumni MAC di rumah.
“Hal itu dilakukan agar hasil terapi di MAC bisa diterapkan juga di rumah, agar anak yang mengalami autism setelah keluar dari MAC tidak kembali lagi,” terangnya.
Alfu salah satu Terapis Malang Autism Center menceritakan pengalamannya mendampingi Ageno selama terapi. Dimana, Ageno kini menunjukkan perkembangan signifikan setelah menjalani terapi secara rutin.
“Selama terapi, Ageno yang mengalami ADHD ini mengalami peningkatan positif. Dimana, terapi yang dilakukan ini bertujuan membantu menguatkan motorik kasar, otot, dan saraf anak,” tandas Alfu.
Menurut Alfu, latihan fisioterapi penting untuk membantu anak autism khususnya yang mengalami ADHD seperti Ageno agar lebih stabil dalam gerak dan konsentrasi. Sedangkan, untuk lamanya terapi sangat bergantung pada komitmen orang tua.
Alfu yang sudah bergabung di MAC sejak 2022 itu menambahkan, untuk proses terapi sendiri tergantung keinginan orang tuanya. Ada yang ingin anaknya bisa bicara, ada juga yang ingin anaknya lepas dari gadget.
Alfu juga mencontohkan anak lain bernama Bima, yang menjalani terapi untuk mengurangi kecanduan bermain game. Sedangkan game sebenarnya bisa membantu menstimulus motorik anak, tapi kalau screen timenya terlalu tinggi, malah bisa mengganggu fokusnya pada hal lain.
Sedangkan untuk Ageno sendiri, hasil terapi mulai terlihat sejak 2024. Menurut Alfu, dulu Ageno tidak bisa bicara sama sekali. Sekarang sudah mulai lancar, sudah banyak bicara dan lebih jelas.
Ia menekankan bahwa indikator keberhasilan terapi bukan dari lamanya waktu, tetapi dari konsistensi dan ketepatan metode penanganannya. Namun, tantangan tetap ada. Alfu menyebut, tantrum menjadi salah satu kesulitan yang sering dihadapi para terapis.
“Kalau sedang tantrum, dia kadang memukul kepala sendiri atau menggigit. Tapi itu hal yang wajar, karena mereka mengekspresikan emosi dengan cara berbeda. Meski begitu, untuk Ageno sendiri menunjukkan perilaku unik yang membuatnya istimewa,” ungkap Alfu. (*)
- Pewarta : Saputra Wijaya
- Foto : Istimewa
- Penerbit : Ronie Dwito

 
                        




 
         
         
         
        